Empat Pasukan Khusus Sukseskan Agenda Legislatif AMGPM (Sebuah Catatan)

pasukn

Tifu – Pelaksanaan Kongres istimewa dan MPP AMGPM tahun ini punya cerita tersendiri. Kesusksesan Tifu menggelar agenda besar ini tak lepas dari peran sejumlah pihak yang saling membahu dalam ikatan persaudaraan yang rukun. Namun dalam tiap rentetan kegiatannya, ada tiga kelompok yang mengundang decak kagum saya. Ya, tiga keompok yang selalu berada dalam posisi masing – masing dan tak henti – hentinya menjalankan tugas masing – masing. Salah satu kelompok saya namankan pasukan bayangan, yang satu bernama pasukan batik, satunya lagi bernama pasukan Putih dan yang lain bernama pasukan kuning.

Pasukan bayangan di sini bukanlah pasukan ninja seperti dalam film, melainkan tim khusus dari kesatuan Brimobda yang diterjunkan khusus mengamankan lokasi selama kegiatan berlangsung. saya lebih senang menyebutnya pasukan bayangan dikarenakan sejumlah orang tidak menyadari eksistensi mereka saat memberikan ucapan terima kasih, padahal dari informasi yang saya dapatkan, mereka selalu berada pada posisi siaga tiap waktu sehingga seluruh peserta dapat menjalankan aktifitasnya dalam keamanan dan ketertiban yang terjamin. Tak hanya memberi jaminan keamanan, tim ini juga ternyata diberi tugas tambahan untuk berburu guna memenuhi kebutuhan logistik pesertapossi kegaitan.

Kelompok kedua yang saya sebutkan sebagai pasukan Batik adalah segenap kader AMGPM Ranting Elohim Daerah Buru Utara yang sangat siaga menjamu kebutuhan makan dan minum  peserta. Hal yang membuat saya bangga dari tim ini adalah loyalitas dan kerjasama yang saya pikir agak sulit ditemukan di zaman sekarang ini. Seperti seorang atlit, kelompok ini kedapatan bersiap pada posisinya dan tak canggung seperti berlomba melayani kebutuhan setiap peserta dalam keramah tamahan. Sikap yang membuat kami nyaman selama berada di tanah Buru.

Pasukan Putih, istilah saya untuk empat pemuda tenaga medis yang setia pada pos mereka. Kali ini bukan karena kostum mereka, namun kesehatan identik dengan warna putih. Tak hanya memberikan layanan kesehatan, mereka juga memberikan sejumlah masukan dan penjelasan medis kepada setiap perserta yang membutuhkan jasa mereka. Kebetulan saja, saya sempat menerima layanan pemeriksaan dan pengobatan gratis yang mereka berikan. Keramah tamahan dan kepedulian mereka saya nilai sebagai salah satu penyebab kami dapat menyelesaikan kegiatan dalam kondisi prima.

Kelompok terakhir ini merupakan tim yang paling sering menjadi perhatian saya dan kawan – kawan peserta. Pasukan Kuning, begitulah kami mengenal mereka. Kekaguman saya terbentuk saat seorang teman mencoba membantu mengangkat sampah dan membuangnya. Tiba – tiba seorang bocah berkaos kuning menyapanya dan berkata : “Silahkan lanjutkan tugas kakak, saya anggota pasukan kuning dan itu tugas saya”. Senyum pun lahir dari wajah saya mendengar kalimat itu, seakan dia bangga dengan status itu. Ya, pasukan kuning adalah sejumlah anak SMTPI Jemaat Tifu – Waekonit yang selalu berada di lokasi kegiatan mengumpulkan sampah plastik selama kegiatan berlangsung. Maka tak heran bila Pdt. Elifas Maspatella – Sekretaris MPH Sinode GPM memberikan apresiasi terhadap pasukan cilik ini dalam sambutannya saat pembukan agenda penting AMGPM ini. Maspaitela mengatakan bahwa tim ini mengajarkan AMGPM bagaimana bertindak praktis memerangi sampah sebagai musuh ekologis saat ini.  Saya pun kembali dibuat kagum saat mendapati tim ini tak pernah meninggalkan tugas mereka, bahkan hingga terkadang kegiatan harus berakhir di malam hari. Sempat saya bertanya pada salah seorang anggotanya; “mengapa tak sekolah?”. Si bocah pun menjawab : “kami diliburkan hingga kegiatan selesai”. Saat itu barulah saya sadari, bahwa untuk kegiatan ini, segenap warga dan instansi telah bersatu visi untuk menyukseskannya.

Nuansa persaudaraan yang erat sungguh terlihat dalam kegiatan ini. Segenap masyarakat di kecamatan Lolong Guba dari berbagai etnis dan agama bersatu dan memberikan pelayanan yang sangat memuaskan. Itulah kerjasama di tanah Bupolo, itulah Maluku, itulah Indonesia. Satu hal yang hendak kami haturkan sebelum mengakhiri cerita ini : “Terima Kasih Teman – Teman – Opo Jou Lastalla Penata Kita Hansiak

(Glen Pietersz)